SELAMAT DATANG DI WEB LEMBAGA WAKAF AL FITYAH PEKANBARU Berita
NEWS UPDATE :  

Berita

Storytelling Wakaf Upaya Membangun Keterlibatan Emosional dalam Komunikasi Digital

Menurut laporan terbaru dari  World Giving Index (WGI) yaitu kegiatan survei tahunan yang dilaksanakan oleh lembaga Charities Aid Foundation (CAF). Lembaga ini mengukur tingkat kedermawanan di negara-negara seluruh dunia menjelaskan bahwa Negara Indonesia kembali menempati peringkat pertama, mempertahankan posisinya selama tujuh tahun berturut-turut sejak menggeser Myanmar pada 2017. Tentu mempertahankan peringkat ini bukan sekedar hanya kebetulan namun banyak faktor lain terkhusus pada sarana media sosial.

Penggunaan media sosial sebagai sarana donasi merupakan hal penting bagi Lembaga-lembaga sosial. Dalam riset yang dilakukan oleh Edric Benidiktus dalam penelitiannya mengenai Ppngaruh penggunaan media sosial (Instagram) terhadap sikap donasi melalui platform crowdfunding memiliki hasil bahwa adanya Pengaruh Penggunaan Media Sosial (Instagram) terhadap Sikap Donasi Melalui Platform Crowdfunding dari pemberi donasi (wakif). Membuat tertarik pada wakif-wakif dalam berdonasi di media sosial tentu segala cara upaya dilakukan salah satunya ialah menggunakan paradigma naratif.

Paradigma Naratif merupakan salah satu teori ilmu komunikasi yang dikembangkan oleh Walter R. Fisher pada awal tahun 1980-an. Teori ini lahir dari respon pendekatan rasional dalam komunikasi, terkhusus dari tradisi retorika dan persuasi. Fisher menyatakan bahwa manusia tidak hanya makhluk rasional (homo sapiens). Bahkan, pada hakikatnya ialah makhluk yang gemar bercerita dan memahami dunia melalui narasi, Fisher menyebutnya sebagai homo narrans. Komunikasi manusia tidak selalu berlandaskan pada logika dan argumen formal, tetapi lebih dominan dikendalikan oleh cerita yang dirasakan menyentuh, bermakna, dan relevan yang memiliki nilai-nilai pribadi maupun kolektif. Sehingga, penggunaan paradigma naratif ini merupakan faktor utama dalam keberhasilan story telling.

Storytelling atau bercerita merupakan sebuah seni serta strategi dalam proses menyampaikan pesan, informasi, atau nilai melalui sebuah narasi. yang memiliki alur, tokoh, konflik, dan penyelesaian. Perkembangan komunikasi modern saat ini baik untuk kepentingan personal, pendidikan, pemasaran, hingga sosial storytelling tidak hanya manfaatkan untuk menghibur, tetapi juga untuk membangun koneksi emosional, menginspirasi, dan mempengaruhi perilaku audiens. Penggunaan strategi story telling wakaf merupakan sebuah upaya membangun keterlibatan emosional komunikasi digital pada saat ini, telah dilakukan oleh berbagai Lembaga-lembaga sosial yang berada di Indonesia.

Lembaga-lembaga sosial di Indonesia seperti Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, LazisMu, BAZNAS, dan Wakaf Salman ITB selama ini telah aktif mengimplementasikan strategi storytelling wakaf. Akun-aku tersebut menggunakan sarana media sosial seperti instagram, facebook, dan youTube untuk menceritakan kisah nyata dari penerima manfaat wakaf  mulai dari beasiswa pendidikan anak- anak, warga desa yang mendapatkan akses air bersih, hingga UMKM yang berkembang berkat program wakaf produktif. Video yang susun dalam narasi menyentuh ini terbukti membangun rasa empati dan mendorong audiens untuk berkontribusi.

Salah satu akun Instagram yang menggunakan teknik storytelling ialah  @dompetdhuafaorg, akun ini menampilkan sebuah kisah seorang ibu yang membangun warung kecil dari bantuan wakaf UMKM. Narasi ini memuat latar belakang kehidupannya, perjuangan, serta dampak nyata dari bantuan tersebut, postingan tersebut mampu menghasilkan engagement tinggi. Analisis selama Januari hingga Maret 2025 menunjukkan bahwa konten berbasis storytelling seperti ini menghasilkan tingkat interaksi 55% lebih tinggi dibandingkan konten informatif biasa. Tak hanya interaksi, jumlah klik pada tautan donasi dan konversi menjadi donatur pun meningkat secara signifikan.

Strategi storytelling ini menjadi semakin efektif ketika memenuhi dua elemen utama dari paradigma naratif Fisher yaitu koherensi (alur cerita yang masuk akal dan konsisten) dan fidelity (kesesuaian cerita dengan nilai-nilai dan pengalaman audiens). Ketika sebuah cerita mampu menyentuh kedua aspek ini, maka keterlibatan emosional audiens akan meningkat, dan peluang mereka untuk melakukan tindakan nyata seperti berdonasi akan semakin besar.

Sehingga, dapat dirangkum bahwa storytelling dalam komunikasi digital wakaf merupakan suatu cara yang sangat efektif dalam membangun melibatkan emosional audiens. Tidak hanya menyampaikan informasi, cerita yang kuat serta menyentuh tapi juga dapat menghubungkan kesenjangan antara empati dan aksi nyata. Di tengah persaingan konten di media sosial, lembaga-lembaga wakaf yang mampu mengoptimalkan kekuatan narasi memiliki peluang lebih besar dalam meningkatkan partisipasi publik dan keberhasilan program-program sosial mereka.

Maka dari itu, lembaga-lembaga sosial dan wakaf perlu terus mengembangkan kemampuan storytelling-nya dengan pendekatan yang kreatif, jujur, dan relevan dengan nilai-nilai masyarakat. Karena pada akhirnya, seperti kata Fisher, "People are more moved by a good story than a good argument."

Penulis : Abdul Hakim

Bank Syariah Indonesia
Hubungi Kami
legalitas Wakaf
Wakaf Produktif Kelengkeng
Qris Lembaga Wakaf Al Fityah